Sunat 3

Label: ,

Beda Khitan Laki dan Perempuan
Perempuan juga berkhitan, pada zaman nabi ada tabib yang bertugas menjadi penghkitan perempuan.. liat makalah subki. Nabi menyatakan hanya di oles saja bukan dipotong, tapi kalau dipotong harus sekedar saja asal ada nama dipotong. Semua hadis tetang khitan semua dhaif dan semua berdasrkan ijtihadiyah. Hal ini sesuai dengan hadist bahwa pada masa Rasulullah sudah ada tukang khitan perempuan.

Menurut laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) yang dimuat pada majalah Population Report mengungkapkan banyak terjadi komplikasi pada anak perempuan yang di khitan di Afrika. Seperti infeksi dan adanya fistula pada daerah yang dilakukan penyunatan. Hal ini bisa menyebabkan adanya luka sayatan didinding vagina yang tidak jelas manfaatnya yang tentunya bisa merusak hymen. Cara khitan ini telah
menimbulkan permasalahan dan mudharat. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa agama telah meligitimasi praktik khitan yang mengamputasi organ seksual perempuan, dan hokum fiqh tidak dan belum memberikan sanksi bila hal ini terjadi terhadap perempuan.
Sedangkan tujuan perempuan di khitan (sunat) untuk mengurangi sahwat perempuan, karena sifat dari sel telur (ovum) perempuan adalah panas dan dengan digosok saja mereka bisa terangsang, sedangkan mani laki-laki dingin akan tetapi hal ini masih menjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama fiqh.

Dalam buku Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, S.Pog dalam klentit organ perempuan dipenuhi dengan pembuluh darah yang bisa mengakibatkan kegairahan dan rangsangan. Hal ini juga dijelaskan dalam kitab fathul mun’in juga dijelaskan agar bisa menambah gaerah perempuan laki-laki. Artinya masa orgasme (orgasmic phase) sama tercapai.
Ibnu Qayyum al-Jauziah mengatakan pada faraj perepuan terhimpun banyak urat dan ketika digosok, maka gairah seksual perempuan bisa membara. Menurut beliau mani perempuan sifatnya dingin maka untuk membangkitkan gaerag perempuan dengan menggosoknya. Selajutnya beliau mengatakan tentang “tanhaqi” memotong sedikit, bukan semuanya. Ketika disunnat maka gairah itu semakin tinggi. Memang hadist ini dhaif, menurut Imam Nawawi dalam “majmu’ syarah muhazzab” bahwa boleh beramal dengan hadist yang dhaif tetapi “li fadhailil a’mal” tetapi tidak bisa dipakai untuk berhukum akan tetapi menurut Imam Syafi’i bahwa dalil yang kuat yang dipakai untuk kewajiban khitan ini adalah “wattabi’ millata ibrahimma haniifa” dan juga disebut dalam azkar an-Nawawiyah.
Menurut syekh Mahmud Syaltut dalam kitabnya al-Fatawa menyatakan bahwa tujuan khitan laki-laki tidak sama dengan tujuan khitan perempuan Hal ini hanya bertolak ukur pada maslahah (kebaikan) bagi perempuan itu sendiri. Tingkat libido perempuan tidak ditentukan dengan khitan atau tidak, perempuan dikhitan hanya untuk menjaga kehormatan perempuan itu sendiri. Menjaga kehormatan tidak hanya dengan dikhitan tetapi dengan memberikan pendidikan yang baik terhadap mereka . Perempuan dikhitan untuk menjaga kehormatan laki-laki juga. Khitan bukan menjadi ukuran terjadinya hubungan bebas dilingkungan pergaulan mereka, jadi menurutnya khitan tidak wajib bagi perempuan tetapi wajib bagi laki-laki.
Pada zaman nabi saw sudah ada tabib khusus yang bertugas mengkhitan perempuan, hal ini dikaitkan dengan adanya hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ummu Athiah sbb:
“bahwa ada seorang perempuan yang mengkhitan perempuan di Madinah, kemudian Nabi SAW bersabda :”Jangan kamu keterlaluan (memotong bagian kelentit terlalu banyak) karena itu lebih memberikan kepuasan bagi perempuan dan lebih disukai oleh suami”.

Perawi hadist ini adalah Abu Daud sendiri dan mengatakan bahwa hadist ini lemah karena perawinya majhul (tidak dikenal). Menurut Sayyid Sabiq bahwa semua hadist yang berkaitan dengan khitan perempuan adalah dhaif (lemah), tidak ada satupun yang shahih. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara ex officio khitan perempuan merupakan fatwa yang bersumber dari masalah ijtihadiyah. Terlepas dari dalil-dalil naqli diatas, kita juga tidak bisa melupakan bahwa perumusan-perumusan hokum Islam tidak mesti bersandarkan dalil-dalil naqli semata, tetapi juga ada pertimbangan-pertimbangan hokum lainnya terasuk khitan.
Imam As-Syatibi mengatakan dalam Muwafaqat Ushulus Syari’ah syariat Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dunia dan akhirat. Cita-cita kemaslahatan dapat diwujudkan jika 5 (lima) unsur pokok dapat terpelihara, yaitu : Agama, jiwa, akal, keturunan dan harta (daruriyatul hams). Maka jika kita mengikuti konsep diatas, tampak bahwa khitan pada laki-laki bertujuan untuk memelihara jiwa, baik suami maupun isteri, dengan pertimbangan ini maka tidaklah keliru jika kita mengatakan bahwa khitan pada laki-laki adalah wajib. Sementara khitan pada perempuan dimaksudkan sebagai control seksual perempuan. Dengan demikian praktik khitan yang membuang sebagian atau seluruh klitoris, bahkan menjahit labia majora menjadi dibenarkan dalam nalar masyarakat patriakhi.
Sejumlah penelitian menemukan praktik pemotongan klitoris dapat menyebabkan perempuan kesulitan orgasme, yang sangat munkin menyebabkan hubungan suami isteri kurang harmonis dan hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan perceraian. Prinsip fiqh mengatakan:”perantara itu sama hukumnya dengan tujuan”. Melihat lima konsep diatas maka mempertahankan keharmonisan rumah tangga merupakan kewajiban bersama untuk memelihara keturunan. Lalu bagaimana dengan praktik yang dilakukan di zaman Rasulullah SAW cara khitan pada perempuan dilakukan dengan cara hanya sekedar mencolek ujung klitoris dengan jarum, sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud diatas.
Tujuan Khitan Ibn Taimiyah
- membendung libido
- kalau tidak sunat maka dia akan meronta
- orang yang tidak disunat akan lebih bergejolak yang tidak berkhitan.
KHITAN pr adalah perpaduan antara budaya dan di yogya khitan dilkukan. Ada di recorder. Departemen kesehatan. UNICEF..5 WANIT, secara medist khitan perempuan tidak ada manfaatnya, WHO sunat perempuan adalah kekejaman. Kltoridotomo, kliotori. Studi terbaru, permpuan yang telah mengalami korban 30 % menjalani bedah cesar utuk melahirkan.

0 komentar:

Posting Komentar